Jumat, 26 April 2013

Motivator : Antara Semangat Kapitalisme dan Kejenuhan Modernitas

21.14


Kejenuhan Moderanitas
“Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri per harinya.[1]”

Keramaian gelap gulita bunyi keyboard kletak-kletuk, terdengar hilir mudik motor-mobiltak jelas, handphone-pun menggetarkan meja di tengah kesunyian, berisi pesan-pesan jejak kehidupan seorang manusia dalam hiruk pikuknya. Kelelahan manusia terasa saat malam menyengat mata dengan ngantuk-nya, gelak tawa menjadi hening dan terang matahari jadi lamunan malam. Sebuah refleksi menggelayut seorang manusia ‘modern’, kehidupan dilalui berjuta potret terhanyut bunyi berderingnya handphone Blackberry. Spiritualitas hanyalah angin berhembus yang menyejukan hati dan pikiran yang kehilangan esensi ajaranya.
Modernitas menyuguhkan kemegahan gedung-gedung beton. sedangkan makananpun ‘kehilangan’ esensi lezat-nya dalam kegundahan lidah saat kesibukan kerja mengkurung seorang manusia. Bagaimana bisa Ben Agger mengatakan kehidupan modern sulitlah dilepaskan daripada agama kita? Kerasukan macam apa dia ataukah itu memang benar adanya? Kesibukan kita adalah kesibukan terkonstruk, memang dibuat untuk kesibukan manusia memadati bumi ini. Kata Motivasi, sebuah vitamin kesegaran didalam panasnya kesibukan manusia dan candu yang memuaskan manusia yang “meminumnya”.

Logika Hasrat (Desire Logic) memang telah mendarah daging peradaban masyarakat modern. Keangkuhan manusia terhadap alam telah kita lalui dalam peradaban yang usang ini. Kapitalisme merenggut hasrat manusia dalam hiruk pikuknya. Kapitalisme berdiri kokoh dan tangguh menempuh badai krisis abad 18 hingga sekarang. Asas Hak milik pribadi (Private proverty rights) melahirkan kemiskinan dan kelaparan ditengah kelimpah ruahan produksi makanan.

Bagaimanapun kita secara tidak sadar atau sadar melanggengkan kapitalisme. Kebosanan bercampur kegalauan diratapi dengan senangnya mendengarkan motivasi dari Mario Teguh ataupun Tun Desem Waringin dkk. Kesulitan hidup ini menghilang dan mari nikmati hidup ini. Begitulah kata Mario Teguh. Melanjutkan hidup seperti apa? Bekerja? Untuk siapa? Siapa penonton Mario Teguh di Metro TV? mayoritas adalah pengusaha besar atau karyawan kantor atau artis dan tentu intelektual penerus era kapitalisme. Kapitalisme selalu mereproduksi apa saja yang dapat membuat kapitalisme itu tetap berjaya bahkan dengan “mulutnya” sang motivator atau secara umum adalah sekotak Televisi.

Semangat Kapitalisme ala ESQ 165
“Orang yang berhasil bukan orang yang super. Keberhasilan tidak memerlukan kecerdasan yang luar biasa. Keberhasilan tidak disebabkan oleh keberuntungan. Keberhasilan ditentukan oleh ukuran dari keyakinan anda untuk meraih kemenangan. Kesuksesan juga ditentukan oleh ukuran pemikiran dan cita-cita seseorang. Bercita-citalah setinggi-tingginya” ESQ (Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual) halaman 82

Tak elak agamapun diperdagangkan demi sebuah fantasi motivasi di usangnya usia bumi ini. ESQ adalah contohnya, dengan sekitar tarif 800 ribu seorang dapat mengikuti training basic (dasar). Dengan dalil-dalil agama rasionalitas religius menjadi barang dagangan yang mahal demi terciptanya “Indonesia Emas” versi ESQ tahun 2020. Dengan cerah, murungnya wajah para peserta ESQ 165 keluar dari ruang penuh tangis dan kelegaan bak Nabi Muhammad dibersihkan hatinya oleh malaikat jibril bahkan merasa berdosa seperti nabi Adam memakan buah khuldi di Surga. Tentang hidup, ESQ tidaklah berbicara bagaimana menyelesaikan masalah itu dan nasehat-nasehat itupun mengawang-ngawang yang mudah terhapus oleh hiruk pikuk kehidupan manusia. ESQ adalah bentuk komodifikasi agama sendiri dengan menawarkan nasehat dan motivasi semata dengan dalil-dalil agama.

Ditengah keresahan modernitas manusia sisi spiritualitas menjadi pengobat ampuh demi berjalannya sistem kapitalisme yang ada saat ini. Jika agama hanya seperti ESQ bicarakan, maka “Tuhan” (nilai-nilai agama) dan uang (kapitalisme modern) terkait erat, tanpa bisa terpisahkan. ESQ mengkaburkan Semangat pembebasan Islam terhadap perbudakan yang tergeser dengan tumbuhnya semangat kapitalisme sendiri.

Sosok Ramah Kapitalisme Bernama Motivator
Dengan suara yang tegas dan halus motivator membujuk penonton untuk sekedar berasumsi-asumsi yang disederhanakan maka motivator. Geraknya pun bak orang bijaksana yang sedang berdiskusi dua arah kepada responden dengan antusias menonton acara tersebut. Penonton diajak ‘memikirkan kembali’ dengan rasionalitas motivator tersebut.

Herbert Blumer mengutarakan tentang tiga prinsip utama interaksionisme simbolik, yaitu tentang pemaknaan (meaning), bahasa (language), dan pikiran (thought). Premis ini nantinya mengantarkan kepada konsep ‘diri’ seseorang dan sosialisasinya kepada ‘komunitas’ yang lebih besar, masyarakat.


Pemaknaan dari bahasa dan gesture (gerak tubuh) serta pemikiran sang motivator tidaklah dapat dipisahkan ketika semua media massa bahkan ruang intelektualitas menyediakan tempat bagi motivator-motivator untuk menularkan asumsi-asumsi dia, menjadi identitas diri para penonton ataupun peserta training. Artinya motivasi itu bukanlah impuls sebenarnya terhadap refleksi kehidupan mereka yang mungkin muak akan tuntutan dunia modern ini.

Kapitalisme dan Media Massa
Industri media sangat erat kaitannya dengan tumbuhnya semangat kapitalisme. Munculnya konglomerasi media, satu perusahaan besar menaungi beberapa media sekaligus seperti misalnya MNC dan Trans Corp, dianggap sebagai aktivitas pemusatan modal dalam industri media. Pertanyaan yang seringkali diajukan adalah apakah industri media memberi andil besar menyebarkan semangat kapitalisme dalam urat kehidupan masyarakat. Atau justru semangat kapitalisme yang mengawali tumbuh suburnya industri media raksasa, di samping faktor regulasi.

Industri media yang dibangun dengan semangat kapitalisme tentu akan menghasilkan pesan atau produk media yang berorientasi pada bertambahnya modal. Bukti untuk produk media berorientasi modal adalah banyaknya iklan komersial dan besarnya pengaruh iklan dalam penentuan suatu program. Mungkin sebagian besar isi media tidak secara eksplisit menunjukkan keberpihakannya.

Semangat Kapitalisme dan Maksimalisasi Produktifitas

Singkatnya kapitalisme sebagai pandangan hidup dan kerja terlahir dari kelas saudagar (borjuis) yang berhasil mewujudkan kekayaannya bukan karena warisan tetapi karena semangat bekerjanya sendiri. Kapitalisme juga menggeser feodalisme, bukan saja dalam hubungan antar masyarakat, melainkan juga dalam cara bekerja. Dalam era feodalisme, seorang anak tuan tanah mungkin tidak susah bekerja sampai mengeluarkan keringat untuk menikmati kekayaan dan keberhasilan, sebaliknya seorang anak buruh tani harus membanting tulang setiap harinya hanya untuk hidup sekedarnya. Dalam masyarakat kapitalis, keluarga-keluarga kelas borjuis tidak berpandangan seperti itu. Setiap anak harus berpendidikan dan bekerja keras untuk dapat berhasil dan bersaing di dunia kerja dan anak buruh pun dapat menikmati mobilitas sosial ke atas bila ia mau bekerja keras.

Kapitalisme hanya dapat lahir dan bertahan, jika produktivitas terus meningkat. Sementara produktivitas bisa meningkat, jika orang bekerja dengan sumber daya minimal untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam arti ini kerja haruslah dipahami sebagai tujuan pada dirinya sendiri, sesuatu yang pada dirinya sendiri berharga dan luhur.

Aktifitas manusia mencari uang telah menyibukan manusia ratusan tahun. Cita-cita adalah konstruk rapi, mimpi-mimpi yang mungkin hanya sebatas hasrat masa kecil yang terucap ketika ibu guru menanyakan “apa cita-citamu dek?”. Bagaimana masa depan kehidupan manusia jika semua ini adalah konstruk? Sekolah yang kita tempati, cita-cita kita, hasrat kita bahkan jalan kita mungkin konstruk yang terbentuk dari pengalaman manusia dan masyarakat.

Pragmatisme
Di tengah sistem kapitalisme ini, semua orang dituntut untuk bekerja dan menumpuk kekayaan sebanyak-banyaknya? Sistem kapitalis sendiri berawal dari asas kepemilikan pribadi yang memuat keegoisan manusia dalam menumpuk modal sebanyak-banyaknya. Kapitalisme sendiri beranggapan selama ada kepemilikan pribadi maka modalpun masihlah digenggaman mereka. Produktifitas kapitalis sendiri adalah produktifitas pekerja sendiri yang sifat dasar manusia yaitu perlunya refleksi diri dan penuh rasa emosi pribadi.

Demi produktifitas kerja dan bertahanya sistem kapitalis sendiri, maka tahap “kapitalisme hasrat” atau “Desire Capitalism” menjadi penjajahan baru. Hasrat dan nurani manusia merupakan jajahan mereka, dan komoditas mereka adalah tanda-tanda yang mungkin makanan manusia sehari-hari. Dengan hiburan-hiburan serta fantasi motivasi, sedangkan kapitalisme bekerja dibawah sadar mereka.

NB : pernah saya dengar dari motivator “kekesalan atau kemarahan atasan, janganlah ditanggapi dengan kemarahan karena itu adalah pemecut semangat bekerja”

Kritik dalam sebuah group facebook “Hidup tak Semudah Cocote Mario Teguh”



REFERENSI

Agustian, Ary Ginanjar.2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Arga Wijaya Persada.Jakarta

Berger, P. 1990.Revolusi Kapitalis, (terjemahan), LP3ES, Jakarta

Weber, Max.2006.Etika Protestan & Spirit Kapitalisme. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Ritzer, George dan Douglas J. Godoman.2004.Teori Sosiologi : Dari Teori Sosiologi Klasik sampai perkembangan mutakhir Teori Sosial Postmodern.Kreasi Wacana .Yogyakarta

Agger, Ben. 2009.Teori Sosial Kritis Kritis : Penerapanya dan Implikasinya.Kreasi Wacana. Yogyakarta

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 azmyfajar. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top