Jumat, 26 April 2013

Dari Gumamanku : Sedikit Sejarah Kelam Pendidikan

20.46



Oleh Azmi FajarMaulana
(Mahasiswa Sosiologi 2008)
“Apabila gumam sudah menyatu dengan jiwa raga, maka gumam akan berubah menjadi teriakan-teriakan. Yang nantinya akan berubah menjadi gelombang salju yang besar yang nantinya akan mampu merobohkan istana yang penuh kepalsuan gedung-gedung yang dihuni kaum munafik” (Wiji Thukul)
Kebijakan pendidikan di Indonesia setiap rezim selalu berubah dari Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 yang kemudian diganti menjadi Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.Segala tingkat pendidikan dari formal, non formal dan informal diatur dalam seperangkat peraturan diatas. Bahkan memuat juga peraturan tentang aksesbilitas, kurikulum sampai output dari institusi pendidikan.
Jika pendidikan masih dipandang sebagai kebajikan dan bersifat netral maka kita haruslah membaca kritik Louis Althuser “Sekolah (red: institusi pendidikan) mengajarkan ‘know-how’, tetapi dalam bentuk yang memastikan kepatuhan terhadap ideologi yang sedang berkuasa atau kepiawaian dalam praksis”. Berdasarkan kutipan Althouser diatas sebelum kita membahas pendidikan maka kita akan membahas maka kita harus melihat sejarah kondisi ekonomi-politik internasional dan nasional yang mempengaruhi kebijakan dalam dunia pendidikan. 
Pasca perang dunia kedua (1942-1945), negara sekutu memiliki pengaruh yang besar di dunia internasional, dengan kekuatan utama militer dan modal (capital). Paham ekonomi liberalisme, pasca Amerika atau sekutu (red: kapitalisme) memenangkan perang dingin dengan Rusia (Red: Sosialisme) adalah paham (red: ideologi) pemenang. Indonesia sebagai pelaku internasional, ikut juga terpengaruh dengan kondisi internasional dengan adanya tragedi G-30 September tahun 1965, yaitu ‘dibasminya’ PKI dari tanah Indonesia seperti Jhon Rossa mengatakan :
Hampir dalam semalam pemerintah Indonesia berubah dari kekuatan yang di tengah-tengah perang dingin dengan garang menyuarakan netralitas dan antiimperialisme menjadi rekanan pendiam yang patuh kepada tatanan dunia AS”.
Orde baru yang dipimpin oleh Soeharto adalah pembuka bagi investor-investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Presiden Soeharto dengan didukung oleh Tap MPRS No. XXII tentang pembaharuan Kebijakan Landasan Ekonomi Keuangan dan Pembangunan negara Indonesia mulai membuka kerjasama dengan IMF (International Monetary Fund) tahun 1967 untuk memperoleh hutang melalui LoI (Letter of Intent)[3]. Pada tahun yang sama kebijakan ekonomi mulai terbuka bagi investasi asing maka dibuatlah UU PMA atau Undang-Undang Penanaman Modal Asing Nomor 1 tahun 1967. Peminat pertama investasi di Indonesia adalah PT Freeport Indonesia Company pada tanggal 7 April 1967 atau seminggu setelah disahkan UU-PMA[4]. Selain IMF, pada masa orde baru, Indonesia-pun bergabung dengan WTO tahun 1994 setelah diterbitkanya Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) “Agreement Establising the World Trade Organization”.
Pasca reformasi Indonesia sebagai anggota WTO, ikut merundingkan beberapa isu pada KTM WTO Ke-IV tahun 2003 di Hongkong. Isu pertama adalah AoA (Agreement of Agriculture), yaitu perjanjian dalam bidang pertanian. Kedua adalah NAMA (Non Agricultural Market Acsess),berupa perjanjian perdagangan di luar  produk pertanian. Dan yang ketiga adalah GATS (General Agreement on Tarrifs and Services). Dalam perundingan GATS (General Agreement on Tarrifs and Services), pendidikan merupakan salah satu bidang dari 13 bidang yang akan diliberalisasi. Hasil dari forum WTO tersebut langsung di terapkan di Indonesia dengan diterbitkannya Undang-undang nomor 20 tahun 2003. Salah satu isinya adalah “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”[5]. Dengan mengalihkan tanggung jawab negara tentang pendanaan pendidikan kepada masyarakat merupakan salah satu indikasi proses liberalisasi pendidikan di Indonesia. Undang-undang ini juga yang melahirkan beberapa kebijakan meliberalisasikan perguruan tinggi seperti BHMN (Badan Hukum Milik Negara) dan BLU (Badan Layanan Umum) pada jenjang perguruan tinggi.

Perubahan fundamental perekonomian Indonesia yang bersifat kapitalistik merambah segala aspek kehidupan, tak terkecuali dunia pendidikan. Pendidikan dimaknai sebagai kebutuhan tersier, kini menjadi bisnis yang “menggiurkan” bagi negara maupun swasta sendiri. Pendidikan sendiri menurut peraturan mengenai KHL (Kebutuhan Hidup Layak)[6] masuk dalam komponen yang menjadi standar seseorang dikatakan 'hidup dengan layak’, Standar KHL terdiri dari beberapa komponen yaitu :
  • Makanan & Minuman (11 items)
  • Sandang (9 items)
  • Perumahan (19 items)
  • Pendidikan (1 item)
  • Kesehatan (3 items)
  • Transportasi (1 item)
  • Rekreasi dan Tabungan (2 item) [7]
Terbatasnya aksesbilitas terhadap layanan pendidikan tinggi sampai sekarang juga bisa kita lihat dari data BPS tahun 2010, bahwa penduduk yang berusia diatas 15 tahun hanya 6,87 persen yang tamat pendidikan sampai perguruan tinggi[8], sedangkan penduduk yang tamat SMA (Sekolah Menengah Atas) pada tahun 2010 sekitar 22,83 persen[9]. Dari data tersebut dapat dilihat ada ‘jurang pemisah’ antara presentase lulusan SMA dengan lulusan Perguruan tinggi.
Pembahasan aksesbilitas terhadap institusi pendidikan terutama pendidikan tinggi masih belum menjadi persoalan yang mendesak, padahal menurut konstitusi[10] sendiri hak rakyat atas pendidikan telah diatur. Program ‘tambal sulam’ pemerintah, seperti beasiswa, bidikmisi dan bantuan pendidikan tidak bisa menaikan presentase lulusan perguruan tinggi dan hanya menjadi program wajib tahunan pemerintah dan swasta.
Masih banyaknya kalangan ilmuan Indonesia yang memandang, pendidikan adalah sesuatu yang bijak (red: suci) dan hanya menjadi transformasi nilai dan norma belaka. Permasalahan akses pendidikan tinggi sangat jarang diperbincangkan dalam kehidupan sehari-hari, mari kita membincangkan masalah rakyat ini, dengan bergumam akan menjadi teriakan-teriakan keras bahwa Pendidikan itu adalah hak seluruh rakyat Indonesia!
Salam Demokrasi!
Belajar, Berjuang dan Berorganisasi!

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 azmyfajar. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top