Kamis, 12 Desember 2013

Sajak Pejalan kaki, bukan Satu Kaki



Tujuanku selalu aku ingat-ingat di setiap belokan jalanan.
Warna-warni jalanan aku senang melihatnya,
tak heran,  jarang orang mau berjalan kaki
mungkin orang tak mampu menahan keindahan jalanan.

Terkadang aku mengutuk lubang becek yang aku injak
Yasudahlah, lubang itu bukan aku yang buat.
Asap knalpot, parfumku ini menyejukan
Tidak lupa juga di tambah wangi sinar matahari

Terkadang aku tersenyum ke anak-anak
lusu maupun bersih sehabis mandi di sungai itu
Musuh utamaku adalah motor dan mobil
‘Polisi tidur’ sahabatku yang malang

Pejalan Kaki itu tak bisa berjalan dengan kaki satu saja.
satu kaki kau berjalan bak berjalan di atas benang.
Dengan mudah jatuh ataupun putus benangmu.

Berlari di jalan raya hanya mengundang banyak perhatian
bahkan tersandung dan tertabrak kendaraan motor
Maka berjalanlah jangan kau ceroboh
apalagi mengutuk jalanan?

Sabtu, 10 Agustus 2013

Petasan dan Ilmu Pengetahuan

Oleh
Azmi Fajar Maulana

"Kita belajar untuk membakar sesuatu, yaitu membakar isi buku sekolah kita"

Petasan atau mercon, begitulah kebanyakan orang indonesia menyebutnya. Petasan dalam sejarahnya digunakan dalam kebudayaan masyarakat untuk  memperingati atau merayakan sesuatu seperti hari raya suatu agama maupun upacara adat pernikahan. Di Indonesia, petasan dikenalkan oleh para pedagang dari Tiong hoa sebagai ritual pembakaran petasan yang bermakna ‘pembakaran terhadap hawa nafsu duniawi’ serta untuk merayakan ‘hari baru’ penuh suka cita. Namun jika dilihat dari sejarah petasan ini maka kita akan melihat sejarah penggunaan bubuk mesiu, yaitu ketika manusia mampu menggunakan senjata api seperti meriam dan sejarah pengeksploitasian sumberdaya Alam.

Jumat, 26 April 2013

Petani Jangan 'dibunuh' : Refleksi Nasib Petani


Oleh Azmi Fajar Maulana
(Sosiologi 2008)
Hidup tak lagi sama, konglomerasi pesta....Diskriminasi harga untuk kita semua, kado bersama-sama di musim petik tiba, Yang muda lari ke kota, berharap tanahnya mulia kosong di depan mata, banyak asap di sana, Menanam tak bisa, menangis pun sama, Gantung cita-cita di tepian kota (Efek Rumah Kaca –Banyak Asap Disana)

Motivator : Antara Semangat Kapitalisme dan Kejenuhan Modernitas


Kejenuhan Moderanitas
“Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri per harinya.[1]”

Dari Gumamanku : Sedikit Sejarah Kelam Pendidikan



Oleh Azmi FajarMaulana
(Mahasiswa Sosiologi 2008)
“Apabila gumam sudah menyatu dengan jiwa raga, maka gumam akan berubah menjadi teriakan-teriakan. Yang nantinya akan berubah menjadi gelombang salju yang besar yang nantinya akan mampu merobohkan istana yang penuh kepalsuan gedung-gedung yang dihuni kaum munafik” (Wiji Thukul)

Ekopol

Diberdayakan oleh Blogger.

Technology

Education

Arts & Culture

 

© 2013 azmyfajar. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top